ARTIKEL TENTANG
PERLINDUNGAN TERHADAP
PROFESI GURU DALAM MELAKSANAKAN TUGAS PROFESI PADA SATUAN PENDIDIKAN TEMPAT
GURU MENGAJAR
A.
PENGANTAR
Perlindungan hukum merupakan hak
setiap orang, terlepas dari apapun pekerjaan dan profesi yang diembannya.
Perlindungan hukum merupakan hak konstitusional dari setiap orang. Hal ini
secara jelas tercantum dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
yang berbunyi, "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum".
Menurut C.S.T.
Kansil Perlindungan Hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan
oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran
maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.
Perlindungan secara
khusus yang diberikan oleh hukum terhadap profesi guru, secara jelas tercantum
dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dimana dalam
Pasal 39 disebutkan bahwa:
1. Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi
profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru
dalam pelaksanaan tugas.
2. Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan
kesehatan kerja.
3 Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan
diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang
tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
4 Perlindungan
profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap
pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan,
pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat
menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
5. Perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup
perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja,
kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau
risiko lain
Pasal 39 Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen
Dari bunyi ketentuan
Pasal 39 diatas, tampak jelas bahwa perlindungan yang diberikan oleh
Undang-undang terhadap profesi guru sudah sedemikian rupa, sehingga apabila
ketentuan tersebut dilaksanakan, maka guru dapat melaksanakan tugas profesinya
dengan nyaman dan terbebas dari berbagai bentuk ancaman dan ketakutan.
Pasal 39 ayat (3) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, seolah menempatkan posisi guru pada posisi yang "ekslusif".
Hal ini tidaklah berlebihan mengingat penanganan yang berlarut-larut atas
tindak kekerasan, ancaman, diskriminatif, dan sebagainya yang diterima/dialami
guru akan berdampak pada terhambatnya guru dalam melaksanakan tugas profesinya
sebagai pendidik disebabkan guru tengah menjalani proses pencarian keadilan.
Hal ini sudah barang tentu akan "merugikan" peserta didik dan lebih
jauhnya kerugian terhadap negara.
B. Masalah
Maraknya berbagai kasus yang menimpa guru
dalam menjalankan tugas profesinya merupakan salah satu bukti bahwa
Perlindungan hukum terhadap profesi guru belum berjalan dengan benar. Guru
sebagai profesi yang mulia/terhormat (officium Nobile), sebagaimana profesi-profesi
lainnya, rupanya belum
difahami benar oleh masyarakat pada
umumnya dan khususnya
aparat penegak hukum yang merupakan kepanjangan tangan dari
pemerintah.
Meningkatnya berbagai permasalahan yang
menimpa guru telah menyudutkan profesi terhormat dari guru. Tindakan-tindakan
guru kepada peserta didik, dalam kerangka mendidik terkadang diterima
"salah" oleh orang tua peserta didik dan merupakan perbuatan yang
tidak termaafkan sehingga harus diselesaikan dengan tindak kekerasan bahkan sampai
ke meja hijau. Kondisi ini kemudian dimanfaatkan oleh sekelompok
"profesional" dari bidang lain guna mengambil keuntungan pribadi
dengan melakukan "blow up" besar-besaran melalui berbagai
media.
Dilain pihak, profesi
terhormat Guru terkadang dilecehkan oleh oknum guru itu sendiri, berbagai
perbuatan yang tidak patut dilakukan oleh seorang guru antara lain pelecehan
seksual, penganiayaan, pemerasan dan tindakan-tindakan tidak terpuji lainnya
turut mewarnai catatan kelam dunia pendidikan di Indonesia
C. Pembahasan dan
Solusi
1. Perlindungan Hukum
Perlindungan dalam
pengertian sederhana dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk memperoleh rasa
aman, dijauhkan dari ancaman, malapetaka dan rasa takut. Dengan demikian,
perlindungan hukum terhadap guru dapat diartikan perlindungan yang diberikan
oleh hukum terhadap guru, dari berbagai ancaman tindak kekerasan, ancaman,
perlakuan diskriminatif, intimidasi dan perlakuan tidak adil.
Pada dasarnya perlindungan terhadap
perbuatan-perbuatan sebagaimana dirinci diatas, tidak terbatas pada kapasitas
sebagai guru, tetapi juga dalam statusnya sebagai warga negara, perlindungan
tersebut merupakan kewajiban dari negara terhadap warganya. Tindak kekerasan
atau penganiayaan merupakan perbuatan yang dapat dijatuhi sanksi pidana bagi
siapa saja yang melakukannya. Pasal 351 ayat (1) KUHP secara tegas
menyebutkan bahwa, "Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama
dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah."
Kemudian dalam ayat (2)
ditegaskan bahwa,
Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun." Dan apabila tindak
kekerasan/penganiayaan tersebut menyebabkan kematian, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
Indonesia adalah negara hukum, hal
ini secara jelas tercantum dalam UUD 1945. Salah satu dari unsur negara hukum
adalah adanya jaminan terhadap hak asasi manusia dan adanya persamaan kedudukan
di muka hukum. Hal ini secara rinci telah dirumuskan dalam Pasal 28A sampai 28J
UUD 1945.
Solusi dari setiap
permasalahan hukum terletak pada bagaimana proses penegakan hukum dilaksanakan.
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau
berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu
lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Penegakan hukum akan berjalan dengan baik apabila ditopang oleh 3
(tiga) pilar penegakan hukum yang baik antara lain:
1. instrumen hukumnya
2. Aparat penegak
hukumnya
3. Budaya hukum
masyarakat
Dari ketiga komponen
penegakan hukum tersebut, komponen struktural yakni aparat penegak hukum
menempati posisi yang strategis. Untuk itu hal yang perlu diberi perhatian
khusus adalah yang berhubungan dengan "kepentingan-kepentingan" dan
hal-hal yang melatarbelakangi tindakan mereka, baik sebagai individu maupun
sebagai organisasi dalam berinteraksi dengan pelanggar, korban dan masyarakat
pada umumnya
Solusi terhadap
tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi maupun perlakuan
tidak adil yang diterima atau dialami oleh guru pada dasarnya merujuk pada satu
solusi yang sama, yakni sejauh mana penegakkan hukum dalam menanggulangi
permasalahan-permasalahan tersebut.
Perlindungan hukum yang
baik, dihasilkan dari penegakan hukum yang baik pula. Kunci utama dalam
memahami penegakan hukum yang baik, adalah pemahaman atas prinsip-prinsip di
dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip penegakan hukum yang baik, akan dapat
diperoleh tolok-ukur kinerja suatu penegakan hukum.
Baik dan tidak
baiknya penyelenggaraan penegakan hukum, dapat dinilai apabila pelaksanaannya
telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip penegakan hukum yang
baik, mengacu pada prinsip-prinsip demokrasi dengan elemen-elemennya, seperti
legitimasi, akuntabilitas, perlindungan hak asasi manusia, kebebasan,
transparansi, pembagian kekuasaan dan kontrol masyarakat.
Aparat penegak hukum
harus lebih responsif terhadap berbagai tindak kekerasan, ancaman,
diskriminatif dan intimidasi yang diterima/dialami oleh guru, baik yang
diterima secara langsung maupun melalui media elektroik dan media sosial
lainnya. Hal ini tidak terlepas dari profesi yang diembannya, dimana berpuluh-
puluh bahkan beratus-ratus siswa akan terbengkalai disebabkan kondisi guru yang
tengah menghadapi tindak kekerasan, ancaman, diskriminatif dan intimidasi dan
masalah ketidakadilan lainnya.
Selain aparat penegak
hukum, Pemerintah Pusat maupun Daerah juga dituntut untuk lebih responsip dalam
kaitannya dengan penanggulangan permasalahan hukum yang dialami oleh guru,
berupa perlakuan tidak adil baik yang datang dari Pemerintah (Dinas Pendidikan)
maupun dari pimpinan tempatnya mengabdi.
Optimalisasi Lembaga
Bantuan Hukum (LBH) yang berada dibawah naungan PGRI diharapkan menjadi salah
satu solusi dalam memberikan perlindungan terhadap guru yang tengah menghadapi
permasalahan hukum.
Tujuan LBH PGRI
dibentuk untuk mengayomi, melindungi dan membantu para guru yang punya
persoalan hukum, sehingga da-pat mengurangi intervensi pemerintah, kelompok dan
kesatuan lain kepada guru.
2. Perlindungan Profesi
Kehadiran Peraturan yang mengatur masalah
Perlindungan terhadap profesi guru sudah menjadi tuntutan yang mendesak untuk
direalisasikan. Agar proses pendidikan menjadi baik dan guru menjalankan
tugasnya dengan profesional maka diperlukan peran pemerintah baik pusat maupun
daerah serta masyarakat demi mewujudkan guru yang mempunyai martabat dan
terlindungi oleh hukum dalam menjalankan profesinya agar tercipta pencapaian kualitas
yang maksimal, hal ini sesuai dengan amanah Undang Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas).
Peraturan tentang
perlindungan profesi guru pada
substansinya adalah agar guru dalam menjalankan
profesinya terlindungi dengan
kekuatan hukum dan
harus ada pemahaman yang
utuh dalam menjalani proses pendidikan. Guru diberi
hak otoritas dalam mendidik peserta didik, jika perlu ada fit and proper test untuk
menjadi seorang guru, agar
dunia pendidikan tidak lagidisibukan dengan
ulah guru yang tidak mengerti esensi dalam mendidik.
Perlindungan terhadap profesi
guru secara khusus sudah diatur dalam
Pasal 39 ayat (4)
Undang-undang Nomor 14 Tahun
2005, dimana dalam pasal ini disebutkan bahwa
perlindungan profesi guru
mencakup:
a. Perlindungan
terhadap Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Perlindungan yang
dimaksud dalam hal ini adalah perlindungan dari akibat-akibat adanya pemutusan
hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan
kewajiban antara guru dan sekolah tempat dimana guru tersebut mengabdi. Hal ini
dapat terjadi karena pengunduran diri, pemberhentian oleh pihak sekolah, atau
habis kontrak.
Ketentuan mengenai
hubungan kerja antara pekerja dan majikan tentu berbeda dengan hubungan antara
sekolah dengan guru. Pemutusan Hubungan Kerja diatur oleh Undang-Undang
Ketenagakerjaan. PHK yang terjadi antara Perusahaan dan Karyawan, akan
menimbulkan konsekwensi berupa pemberian pesangon dan uang jasa oleh Perusahaan yang besarannya diatur oleh undang-undang. Sementara hubungan
kerja antara guru dan sekolah bukanlah hubungan antara perusahaan dan karyawan.
Oleh karenanya ketentuan mengenai PHK sebagaimana tercantum dalam Undang-undang
Ketenagakerjaan maupun peraturan pelaksananya, tidak dapat dijadikan acuan
untuk penyelesaian pemutusan hubungan kerja antara sekolah dengan guru. Untuk
itu diperlukan regulasi khusus yang mengatur hubungan kerja antara Sekolah dan
Guru.
b. Pemberian imbalan
yang tidak wajar
Pemberian imbalan
yang tidak wajar terhadap guru baik yang diberikan oleh pemerintah maupun pihak
sekolah mencerminkan kurangnya penghargaan terhadap profesi guru, baik dari
pemerintah maupun dari masyarakat. Banyak sekolah-sekolah yang memberikan
imbalan kepada guru terutama guru honorer atau guru swasta jauh dibawah upah
minimum yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Hal ini merupakan dampak dari
tidak adanya regulasi yang khusus mengatur masalah upah guru, maka kebijakan
pengupahan oleh pihak sekolah terhadap guru, tidak ada keseragaman. Dalam kenyataannya hampir setiap sekolah,
tanpa melihat jenjang, memberikan upah kepada guru jauh dibawah upah minimum
dan standar hidup layak. Untuk mengatasi kondisi ini, diperlukan regulasi yang
khusus mengatur masalah sistem pengupahan guru, yang dalam hal ini guru bukan
pegawai negeri sipil yang mendapatkan upah hanya dari sekolah tempat guru
tersebut mengabdi.
c. Pembatasan dalam penyampaian pandangan
Pembatasan dalam
penyampaian pandangan jelas bertentangan dengan UUD 1945. Mengeluarkan pikiran
secara bebas adalah mengeluarkan pendapat, pandangan, kehendak, atau perasaan
yang bebas dari tekanan fisik maupun psikis
d. Pelecehan terhadap profesi
Pelecehan terhadap
profesi guru hampir setiap hari disaksikan oleh seluruh lapisan masyarakat
melalui tayangan televisi, media cetak maupun media sosial. Contoh sederhana
adalah menjamurnya sinetron-sinetron yang menayangkan pergaulan anak sekolah
yang jauh dari kesan dan nilai-nilai positif dimasyarakat seperti tawuran antar
pelajar, dimana guru diperankan sebagai sosok yang tidak mampu bahkan mendukung
terjadinya perkelahian. Contoh lain yang akhir-akhir ini sering terjadi
dimasyarakat, dimana guru memberikan sanksi atau tindakan disiplin kepada
siswanya, dan siswa tidak terima perlakuan dari guru yang kemudian orang tua
siswa tersebut meresponnya dengan tindakan-tindakan berupa kekerasan fisik
terhadap guru.
Sebagai upaya untuk
menanggulangi pelecehan profesi guru, diperlukan kesepahaman antara siswa,
orang tua dan guru, bahwa "guru memberikan sanksi disiplin kepada siswa,
semata-mata dalam kerangka mendidik".
e. Pembatasan-pembatasan lain yang menghambat guru dalam
melaksanakan tugas.
Pembatasan-pembatasan
dalam hal ini bisa datang dari pihak pemerintah yang dalam hal ini berupa Kebijakan-kebijakan,
baik yang dikeluarkan oleh Lembaga Kementerian Pendidikan maupun pihak sekolah.
Banyak contoh kebijakan yang secara tidak langsung membatasi/menghambat guru
dalam melaksanakan tugas, antara lain: Kebijakan larangan memberikan pekerjaan
Rumah (PR) Kepada siswa, Larangan guru menggunakan Lembaran Kerja Siswa (LKS)
dan sebagainya.
Ketentuan mengenai
perlindungan profesi guru sebagaimana tercantum dalam Pasal 39 ayat (4)
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 kemudian dijabarkan ke dalam Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru. Dimana dalam PP tersebut
ditegaskan bahwa,
"guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah".
Dalam mendidik,
mengajar, membimbing hingga mengevaluasi siswa, maka guru diberikan kebebasan
akademik untuk melakukan metode-metode yang ada. Selain itu, guru juga tidak
hanya berwenang memberikan penghargaan (reward) terhadap siswanya,
tetapi juga memberikan sanksi (punishment).
"Guru memiliki
kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama,
norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis maupun tidak tertulis
yang ditetapkan guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan
perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah
kewenangannya."
Dalam pasal selanjutnya disebutkan, sanksi tersebut dapat
berupa teguran dan/atau peringatan, baik lisan maupun tulisan, serta hukuman
yang bersifat mendidik sesuai dengan kaedah pendidikan, kode etik guru, dan
peraturan perundang-undangan. Guru berhak mendapat perlindungan dalam
melaksanakan tugas dalam bentuk rasa aman dan jaminan keselamatan dari
pemerintah, pemerintah daerah, satuan pendidikan, organisasi profesi guru,
dan/atau masyarakat.
Ketentuan-ketentuan
sebagaimana tercantum dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor 74 Tahun 2008 tersebut
hendaknya disosialisasikan dengan orang tua melalui rapat rutin antara pihak
sekolah dan guru, membuat Surat Kesepahaman antara pihak sekolah dengan orang
tua siswa perihal proses pembelajaran maupun pemberian sanksi/sanction atau
reward kepada peserta didik.
3. Perlindungan Terhadap Kecelakaan
kerja
Pada dasarnya manusia
tidak pernah tahu kapan dirinya akan tertimpa musibah. Sebagai manusia hanya
bisa waspada dan berdoa untuk terhindar dari celaka dan berusaha menjauhi dari
hal-hal yang menjadi penyebab kecelakaan. Akan tetapi ketika takdir sudah
menghendaki manusia untuk celaka, maka tidak ada satu kekuatanpun yang dapat
menangkalnya. Dalam keadaan diam tanpa aktifitas pun, manusia tidak bisa luput
dari celaka, terlebih mereka yang tengah beraktifitas/bekerja. Kecelakaan kerja
dapat terjadi tanpa melihat berat dan ringannya pekerjaan.
Kecelakaan kerja yang
dimaksud adalah kecelakaan yang berhubungan dengan hubungan kerja pada suatu
perusahaan. Kecelakaan pada saat bekerja bisa disebabkan faktor eksternal
maupun internal. Faktor eksternal antara lain disebabkan oleh kondisi ruang
belajar yang sudah tidak layak untuk digunakan, sehingga sewaktu-waktu ruang
kelas dapat roboh pada saat pembelajaran sedang berlangsung. Faktor internal,
yakni faktor yang disebabkan dari dalam guru itu sendiri, seperti ketidak hati-
hatian dalam menjalankan tugas, misalnya ketika guru sedang memberikan pelajaran
praktik dengan menggunakan alat dan bahan yang mudah terbakar, karena kekurang
hati-hatiannya menyebabkan kebakaran yang berakibat cacat fisik pada guru
maupun siswa.
Keikutsertaan Guru dalam program
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan salah satu solusi dalam
memberikan perlindungan kerja kepada Guru.
BPJS adalah badan
hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS terdiri
dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Adapun yang menjadi payung hukum
dari BPJS adalah Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional dan Undang-undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial.
Diikutsertakannya
Guru dalam Program Jaminan Sosial kesehatan maupun ketenagakerjaan merupakan
salah satu bentuk perlindungan yang diberikan oleh pemerintah terhadap
kecelakaan kerja guru. Dalam hal ini sekolah harus pro aktif untuk mendaftarkan
guru-guru dalam progarm Jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan. Hal ini secara
tegas diatur dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-undang BPJS yang menyebutkan bahwa “Pemberi
Kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta
kepada BPJS sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti.” Dan bagi
sekolah yang tidak melaksanakan kewajiban mendaftarkan gurunya sebagai peserta
BPJS akan mendapatkan sanksi administratif berupa:
a.
teguran tertulis;
b. denda;
dan/atau
c. tidak mendapat
pelayanan publik tertentu yang dilakukan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah
atas permintaan BPJS.
Secara tertulis, negara telah
memberikan perlindungan yang cukup bagi guru, baik perlindungan hukum,
perlindungan profesi maupun perlindungan kecelakaan kerja. Maraknya kasus-kasus
hukum dimana guru menjadi korban, pelecehan terhadap profesi guru dan sejenisnya
menjadi bukti bahwa lemahnya perlindungan hukum terhadap profesi guru bukan
semata terletak pada lemahnya aturan, tapi lebih kepada penegakan aturan
tersebut. Sebaik apapun aturan dibuat, hanya akan menjadi "macan
kertas", apabila tidak didukung oleh penegakan aturan yang baik.
D. KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan makalah
tentang Perlindungan Hukum Terhadap Profesi Guru Dikaji Berdasarkan Pasal 39
Undang-Undang 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1.
Perlindungan hukum terhadap profesi guru belum berjalan
dengan baik sesuai harapan. Kehadiran Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan dosen, Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru dimana
didalamnya mengatur bahwa guru mendapat perlindungan hukum terhadap tindak
kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak
adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi,
atau pihak lain. Lemahnya perlindungan hukum terhadap guru disebabkan oleh lemahnya
penegakan hukum. Kehadiran Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang bertujuan
memberikan bantuan hukum terhadap guru-guru yang tengah tersangkut permasalahan
hukum diharapkan menjadi solusi dalam memperjuangkan hak-hak guru.
2. Perlindungan terhadap profesi guru belum sepenuhnya
dirasakan oleh guru. Hal ini dapat diketahui dari berita dimedia-media dimana
masih banyaknya guru yang menerima upah dibawah standar hidup layak, pelecehan
terhadap profesi guru yang dilakukan oleh masyarakat yang merasa tidak puas
dengan tindakan guru dalam mendidik dan adanya pembatasan-pembatasan yang
diterapkan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan terhadap guru dalam
menjalankan tugas profesinya. Ketentuan-ketentuan sebagaimana tercantum dalam
Pasal 39 Undang-Undang Nomor 74 Tahun 2008 hendaknya disosialisasikan dengan
orang tua melalui rapat rutin antara pihak sekolah dan guru, membuat Surat
Kesepahaman antara pihak sekolah dengan orang tua siswa perihal proses
pembelajaran maupun pemberian sanksi/sanction atau reward kepada
peserta didik.
3. Perlindungan kecelakaan kerja bagi guru adalah
perlindungan kecelakaan yang berhubungan dengan tugas profesi guru
Kecelakaan kerja
sebagaimana dimaksud bisa bersumber atau berasal dari kondisi/lingkungan
sekolah maupun faktor penyebab lainnya. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan
tugas profesi guru, Kecelakaan kerja disebabkan oleh beberapa faktor yaitu,
faktor eksternal dan internal dari guru itu sendiri maupun faktor lingkungan.
E. Harapan penulis
Harapan saya
sebagai penulis dalam meningkatkan kinerja guru terhadap tugas profesi yang
dimilikinya pada satuan pendidikan yaitu:
1.
Saya berharap pemerintah lebih
mengutamakan keselamatan para kinerja guru dalam menjalankan profesinya sebagai
seorang pengajar dalam hal ini pemerintah seharusnya memberikan perlindungan
yang pasti dan kuat sehingga guru pun dalam menjalankan profesinya dapat
terlaksana dengan baik
2.
Harapan saya dalam melihat kondisi
permasalahan guru untuk memberikan perlindungan terhadap profesi guru yang
harus dicantumkan dalam memberikan peraturan konstitusi yang lebih spesifik.
3.
Harapan lain saya sebagai penulis
profesi keguruan seharusnya diberikan kehidupan yang layak yaitu berupa uang
dan gaji yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup , sehingga profesi sebagai
guru pun memiliki kehidupan yang layak.
Hidup layak yang seharusnya diberikan pemerintah
kepada profesi guru seperti halnya memberikan yuran pensiun jaminan hidup,
jaminan kerja, dan lain-lain
Dokumentasi Di Smp Negeri 3 Gunungsitoli
Foto barsama guru,saat melakukan observasi
DAFTAR PUSTAKA
Mendrofa,
Ikhtiar. 2017. permasalahan yang dihadapi guru dalam menjalankan profesi
pendidikan : Gunungsitoli
Sarumaha,
Ukiran.2017. tindakan dari pemerintah yang pernah dirasakan dalam profesi
pendidikan : Gunungsitoli
Sudikno Mertokusumo, Mengenal
Hukum: Suatu Pengantar, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 2003.
Moelyatno, Kitab
Undang-undang Hukum Pidana, Pradnya Paramitha, Jakarta, 2001.
Undang-Undang Dasar
1945, Sekretaris Jenderal MPR/DPR-RI, Jakarta 2000.
Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
I.S. Susanto, Pemahaman
Kritis Terhadap Realitas Sosial, Jurnal Masalah-masalah Hukum Nomor 9,
tahun 1992.
Peraturan Pemerintah
Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.